Selasa, 13 Maret 2012


Sign, Simtom, dan Sindrom

Kita pasti tak asing dengan kata-kata tersebut, namun apakah perbedaan dari 3 kata tersebut ?

Sign merupakan tanda-tanda atau gejala-gejala objektif yang di dapat dari hasil observasi (psikolog/psikiater). contoh : afek yang terbatas dan retardasi psikomotorik
Simtom merupakan pengalaman suibjektif yang digambarkan oleh pasien. contoh : mood yang tertekan, berkurangnya tenaga ( bersuara pelan, tingkahlaku pasif )
Sindrom merupakan kumpulan atau akumulasi dari simtom-simtom yang muncu bersamaan.


Gejala-gejala Gangguan Kejiwaan

Terdapat 10 kriteria gejala yang dapat mengientifikasi apakah individu tersebut dapat dikatakan mengalami gangguan kejiwaan atau tidak, pada saat proses wawancara dan observasi :

1. Tingkah Laku
Gerakan Badan , biasanya seseorang yang mengalami gangguan jiwa akan melakukan gerakan badan yang di ulang-ulang. Katatonia, biasanya seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan akan melakukan hal dimana ia akan diam saja seperti patung (stupa), Kompulsif yaitu perilaku yang dilakukan berulang-ulang ( repetitif ).

2. Orientasi
Waktu, tempat, identitas. Biasanya seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan akan mengingat sesuatu hal  pada suatu waktu ataupun tempat yang dialaminya yang membuatnya depresi ataupun mengganggu pikirannya. Karena individu yang mengalami gangguan kejiwaan lebih di dominasi oleh 'id' , maka saat mereka mengingat suatu hal yang tidak mereka sukai atau membuatnya mengalami trauma mereka dapat menjadi sangat agresif dan sulit dikendalikan.

3. Isi pikiran
Isi pikiran ini biasanya terkait dengan obsesi pikiran dan bayangan yang repetitif yang tidak di kehendaki yang telah masuk ke kesadaran individu. Dan juga berkaitan dengan waham atau delusi yang merupakan kepercayaan palsu berdasarkan kesalahan persepsi individu dan juga tidak dapat di koreksi.

4. Gaya Berpikir
Biasanya individu yang mengalami gangguan jiwa memiliki gaya berpikir yang tidak logis dan tidak sistematis. gangguan berpikir ini dapat dilihat saat dilakukannya proses wawancara, biasa subjek akan menggunakan bahasa-bahasa yang sulit di mengerti dan terkadang berbicara ngelantur.

5. Afek dan Suasana hati ( mood )
Mood merupakan perasaan subjektif yang tidak bertahan lama dan cepat berubah-ubah. Sedangkan Afek merupakan ekspresi yang kita perlihatkan yang biasanya sesuai dengan emosi yang kita rasakan. Dan Emosi merupakan perpaduan antara mood dan afek, yang biasanya bersifat positif dan negatif.
Mood ada 2 jenis, yaitu Euforik ( kegembiraan, senang, dsb ) dan Disforik ( sedih, melankolis, dsb ).
Pada individu yang mengalami gangguan kejiwaan, biasanya antara emosi dan afek yang diperlihatkan tidak nyambung, sehingga menyebabkan inkonsistensi. contoh gangguan jiwa berdasarkan mood ini adalah skizofren manik depresif, yaitu dimana individu tersebut memiliki 2 kepribadian dimana manik merupakan kepribadian yang senang, gembira, sedangkan yang depresif merupakan kepribadian yang sedih, murung. Individu tersebut bisa saja menjadi manik, namun beberapa waktu kemudian dia akan menjadi depresif.


6. Pengalaman Persepsi
Perbedaan pengalaman persepsi antara normal dan abnormal terletak pada ilusi dan halusinasi. halusinasi dimiliki oleh pribadi yang abnormal yaitu merupakan kesalahan persepsi yang tidak dapat dikoreksi dan terkait dengan penginderaan juga. sedangkan ilusi merupakan kesalahan persepsi namun masih dapat dikoreksi.

7. Perasaan Diri 
Biasanya pribadi yang mengalami gangguan jiwa mengalami Depersonalisasi yaitu dimana dirinya merasa tidak ada di suatu ruangan yang di tempatinya dan merasa bahwasannya bagian-bagian tubuhnya lepas. Dan juga biasanya pribadi yang mengalami gangguan jiwa biasanya mempunyai kekacauan identitas atau kepribadian ganda.


8. Motivasi
Dapat dilihat dari tingkat motivasi yang dimiliki, apakah rendah ataupun tinggi.

9. Intelegensi
Pada pribadi yang mengalami gangguan kejiawaan mereka bukanlah pribadi yang berintelegensi rendah saja, namun ada pula yang memiliki intelegensi tinggi.

10. Tilikan Diri / Insight
Pemahaman yang terkait dengan diri individu yang mengalami gangguan kejiwaan. seperti saat di lakukan wawancara, apakah individu tersebut tahu dan paham mengapa ia sekarang berada di RSJ,dsb.

Sabtu, 25 Februari 2012

Analisis Kasus Ryan Jombang

Riwayat Kasus Ryan Jombang : 

Very Idham Henyansyah alias Ryan, 34 tahun adalah seorang pria asal Jombang, Jawa Timur yang merupakan pelaku pembunuhan berantai (mutilasi) di Jakarta dan Jombang yang terungkap pada tahun 2008. Ryan diduga mengalami gangguan seksual dan gangguan jiwa oleh khalayak umum berdasarkan berita di televisi.
Very Idham Henyansyah

Ryan merupakan bungsu dari dua bersaudara, kakak Ryan yang bernama Mulyo Wasis (44) merupakan saudara sekandung satu ibu namun lain ayah. Sewaktu kecil Ryan lebih sering hidup pisah dengan orang tuanya dan tinggal di pesantren. Menginjak bangku SMP, perilaku Ryan mulai berubah, ia lebih sering melakukan kegiatan yang dilakukan oleh perempuan kebanyakan, seperti menari, menyanyi, dan berdandan. Di seolahnya Ryan juga lebih sering bergaul dan memiliki banyak teman perempuan. Ryan dikenal cerdas, pandai bergaul, cekatan.
Menginjak bangku SMA, Ryan sempat menduduki sekolah favorit di Jombang tetapi menurut teman-temannya perilaku Ryan kian labil. Tidak sampai satu bulan, Ryan pindah ke SMA yang lain dan tidak bertahan lama. Akhirnya Ryan memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Dan disanalah kehidupan Ryan sebagai homoseksual mulai tampak terlihat jelas.
Pertama kali Ryan menginjakkan kaki di Jakarta, Ryan mulai bergaul dengan kalangan homoseksual menengah ke atas. Ryan merasa dirinya lebih diterima di kalangan homoseksual tersebut. Di Jakarta Ryan hidup berpindah-pindah , dari kamar kosan hingga apartemen mewah.
Investigasi Kasus Pembunuhan
Menurut pengakuan Ryan, korban pertamanya adalah Guruh Setiyo Pramono (27). Guruh di bunuh oleh Ryan dengan menggunakan benda keras yang di pukulkan ke kepala Guruh, lalu di mutilasi oleh Ryan. Jasad Guruh yang telah di mutilasi lalu di kuburkan di halaman belakang (kolam ikan) rumah orang tua Ryan di Jombang. Ryan mengaku menyesali perbuatannya , ia menyesal karena telah kehilangan kolam ikannya tepat ia biasa berlama-lama disana.
Di tepian kolam dan rerimbunan pohon bambu itu , ia biasa menumphakan segala kerisauan, kekesalan, mimpi-mimpi dan harapannya, bahkan teriakan tangisannya dengan bebas.  Sejak kecil Ryan memang suka memelihara ikan-ikan dan suka berbicara sendiri dengan ikan-ikannya, “jelas Wasis kakak Ryan.

Awal Kasus
Menurut penjelasan Wasis, kakak Ryan perilaku Ryan berubah ketika Ryan duduk di bangku SMP. Suatu hari, usai bertamasya ke pantai selatan Jatim dengan teman-temannya. Ryan bercerita kepada Wasis, dia mendapat boneka kencana dari Ratu Pantai Selatan. Ryan mendapat bisikan dari sang ratu agar menjadi menantunya , namun Ryan menolak. Kata Ryan, jika dirinya menerima permintaan sang Ratu, itu artinya Ryan akan mati. Sebulan kemudian, Ryan mengaku bonekanya hilang. Setalah kejadian itu perilaku Ryan banyak berubah. Dia lebih sering menekuni kegiatan keputrian seperti menari dan bersolek. Perilakunya pun seperti perempuan. Saat sedang marah, Ryan sering menghancurkan atau merusak hapir seluruh isi rumah dan duduk di tepian kolam ikannya.  

Analisa kasus Ryan berhubungan dengan Abnormalitas : 

Melihat kasus di atas, saya akan mencoba memaparkan pendapat saya mengenai kasus Ryan berhubungan dengan psikologi abnormal.
Dari data yang di peroleh pada kasus tersebut, menurut saya Ryan dapat di katakan sebagai individu yang memiliki hambatan dan gangguan psikologis . Hal tersebut dapat dilihat dari masa kecil Ryan yang lebih sering menyendiri dan tinggal tidak bersama orang tuanya. Hal tersebut mungkin saja disebabkan karena ayah Ryan yang semestinya menjadi figur contoh untuk Ryan telah meninggal saat Ryan masih kecil. Ibu Ryan yang memutuskan untuk menikah lagi, yang mungkin saja membuat Ryan merasa tidak nyaman dengan ayah angkatnya sehingga Ryan lebih sering memilih pisah dengan orang tuanya dan hidup di pesantren. Menurut teman-teman dan kakak angkat Ryan, Ryan adalah seorang pribadi yang cerdas, cekatan, dan pandai bergaul. Namun sayangnya Ryan, merasa tidak memiliki teman bercerita ataupun teman yang dapat di percayanya yang membuat dia lebih memilih untuk berdiam diri di kolam dan mengobrol dengan ikan-ikan kesayangannya saat dia merasa sedih, bahagia, marah, dsb. Kehilangan sosok ayah yang seharusnya menjadi figur contoh, membuat Ryan lebih merasa nyaman ketika bersama dengan teman-teman perempuan di banding laki-laki. Ryan jadi lebih senang melakukan kegiatan yang di lakukan perempuan seperti menari, menyanyi, dan berdandan.
Karena gangguan yang di alami Ryan tersebut , Ryan menjadi kurang di terima oleh lingkungan sekitarnya dan membuat Ryan lebih menarik diri dari lingkungannya di Jombang. Namun hal itu berubah saat Ryan pindah ke Jakarta, ia merasa sangat di terima setalah ia bergabung dengan kelompok homoseksual di Jakarta, bahkan Ryan masuk ke dalam kelompok menangah ke atas. Di kelompok tersebut Ryan memiliki kekasih yang bernama Noval, dan tampaknya Noval adalah sosok yang sangat di sayangi Ryan dan seakan akan bisa menjadi figur ayah yang dirindukan Ryan. Karena Ryan sangat menyanyangi kekasihnya, Ryan jadi sangat posesif dan mudah marah jika ada salah seorang dari kelompoknya ingin berhubungan dengan pacarnya tersebut. Dan hal itulah yang membuat Ryan sulit untuk mengontrol dirinya, memulai melakukan pembunuhan dan memutilasi korban-korbannya. Dan menurut saya, Ryan memutilasi dan mengubur korbannya karena Ryan takut disalahkan atas perbuatannya dan mencoba menghilangkan jejak atas semua perbuatannya itu.  
 
Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat di simpulkan bahwa Ryan masuk ke dalam Abnormal, karena memnuhi 3 kriteria abnormal yang ada.

 

referensi :

http://nasional.kompas.com/read/2008/07/25/05305117/di.kolam.ikan.ryan.mengubur.dendam.dan.kenangan.pahit

Akbar, Zarina . 2012. Bahan Ajar Slide Power Point Psikologi Abnomal: Pendekatan Historis Abnormal-Materi I. Psikologi UNJ.

Historis Psikologi Abnormal


Psikologi abnormal membagi 2 kriteria berdasarkan perhitungan Kuantitatif dan kualitatif : 

Kuantitatif
Dari segi kuantitatif, individu yang berada pada wilayah normal adalah 2/3 dari populasi yang ada. Sementara 1/3 populasi yang condong mengarah ke arah kiri termasuk dalam kategori abnormal inferior dan yang mengarah ke arah kanan termasuk dalam kategori abnormal superior.

Kualitatif
Dari segi kualitatif, setiap individu memilik daya integrasi ( kognitif, afektif, dan psikomotorik ), namun pada pribadi-pribadi yang mengalami abnormal, mereka akan memiliki simptom-simptom atau keluhan yang membuatnya melebih-lebihkan sesuatu hal untuk melepaskan/ lari dari tanggung jawab sosialnya.

Kriteria Psikoanalisa
Tingkat kesadaran seseorang bisa mempengaruhi tingkah lakunya. Jika seseorang sering melakukan repres/ menahan sesuatu yang dirasakannya dalam alam bawah sadar membuat dirinya menjadi tidak dapat mengeluarkan/ bertingkah laku yang sebenarnya, dan lama kelamaan hal itu membuat dirinya bisa menjadi pribadi yang abnormal yang di awali dengan hambatan-hambatan psikologis.

Perkembangan Psikoseksual
Individu akan mengalami tahap perkembangan di dalam hidupnya, pada psikoanalisis ini, individu akan melalui beberapa tahap perkembangan, yaitu : tahap oral (mulut), anal (anus), phalic (alat kelamin), laten (istirahat seksual), genital (minat seksual/lawan jenis). Jika individu mengalami fiksasi atau ada tahap yang terlewati dan kurang puas. Individu bisa mengalami gangguan psikologis, namun lebih ke arah gangguan seksual.

Determinasi sosial-kultural
Tempat dimana individu di lahirkan dan individu tinggal dapat mempengaruhi perilaku individu tersebut ( culture bone system)

Defense mechanism
Dalam teori psikoanalisa defense mechanism dilakukan jika individu tidak dapat mengatasi sesuatu hal yang dihadapi individu yang kurang diinginkan yang dapat menimbulkan konflik baik dengan diri sendiri ataupun orang lain. Defense mechanism bisa berhasil dan tidak berhasil untuk mengatasi konflik yang di alami individu, namun jika terlalu keseringan di gunakan, defense tersebut menjadi tidak efektif lagi dan membuat individu ketergantungan. Sehingga saat individu sering melakukan defense, individu tidak dapat menanganin konfliknya tetapi akan menjadi frustasi. Termasuk juga, jika seorang individu mengalami ketidak seimbangan antara id, ego, dan superego. Individu tersebut akan mengalami gangguan karena ego sudah tidak bisa lagi memutuskan yang seharusnya.

Kriteria Perilaku Abnormal
1. Infrequency dan Abnormality ( the statistical definition )
- Adanya delusi/waham dan halusinasi.
Delusi/waham : kepercayaan terhadap yang tidak tepat, kesalahan persepsi tentang penilaian diri, dan tidak dapat di koreksi.
Halusinasi : kesalahan persepsi terkait proses penginderaan/ kesalahan penginderaan.
- Frustasi : tidak bisa mencapai tujuan hidupnya
- Stres : kegagalan dalam menangani frustasi
- Depresi : mengalami stres yang berkepanjangan

2. Feeling Discomfort as Abnormality ( the experiental definition )
- merasakan cemas berlebih, sedih mendalam, depresi.
- bunuh diri : commit suicide -> adanya perencanaan untuk melakukan bunuh diri ( belum terlaksana )
suicide -> individu berhasil melakukan bunuh diri

KRITERIA ABNORMAL 
1. Aspek Biologis
Ketidakseimbangan zat-zat biokemis di dalam sistem syaraf . Berfungsi untuk melancarkan proses sinapsis. Ada tidak adanya zat biokemis ini yang dapat menyebabkan munculnya gangguan abnormalitas. Adanya siptom jasmani yang mencakup : tidur, nafsu makan, dan tingkat energi.

2. Aspek Psikologis
Adanya pengalaman penginderaan dan persepsi yang tidak normal ( pengalaman traumatis ) .
Adanya penyimpangan dalam proses kognitif / distorsi kognitif. adanya emosi yang terganggu.
dan keadaan Distres / kesedihan yang mendalam sehingga dapat menimbulkan tingkahlaku maladaptif.

3. Aspek Sosiokultural 
Yaitu bentuk pelanggaran normal sosial. sebagai contoh mengganggu atau sampai menyakiti orang lain.  


referensi :
 Akbar, Zarina . 2012. Bahan Ajar Slide Power Point Psikologi Abnomal: Pendekatan Historis Abnormal-Materi I. Psikologi UNJ.

Sabtu, 18 Februari 2012

PSIKOLOGI ABNORMAL



Menurut salah satu tokoh Kartini Kartono (2000:25), psikologi abnormal merupakan salah satu cabang psikologi yang menyelidiki segala bentuk gangguan mental dan abnormalitas jiwa.


NORMAL vs ABNORMAL


Normal, menurut saya adalah suatu keadaan dimana kondisi fisik, mental, dan sosial individu berada pada kesejahteraannya atau normal dapat dikatakan sebagai keadaan dimana individu dapat menjalani keefektifan dalam penyesuaian diri dan menjalani kegiatan hidup sehari-hari, mampu menjalani peran sosial kehidupan, serta mendapat respon dari masyarakat keseluruhan seperti pada umumnya (mayoritas).


Sedangkan abnormal menurut saya dapat dilihat ketika individu mengalami suatu hambatan atau gangguan psikologis pada dirinya, lalu individu dapat dikatakan sebagai abnormal ketika individu tersebut tidak dapat menjalankan peran sosialnya (difungsi sosial ), mempunyai simptom-simptom pada dirinya, dan tidak mendapat respon yang sesuai dari masyarakat pada umumnya (mayoritas).


Abnormal disini ternyata dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu : (1) Abnormal Superior , dan (2) Abnormal Inferior .
Abnormal Superior suatu kondisi dimana ketika individu mengalami suatu hambatan atau gangguan psikologis namun bersifat positif, seperti : individu yang memiliki IQ > 120 (genius)
Sedangkan Abnormal Inferior ialah suatu kondisi dimana ketika individu mengalami suatu hambatan atau gangguan psikologis namun yang lebih mengarah ke negatif/kurang seperti skizofrenia, fobia, dsb.


Bagi saya, sesungguhnya setiap manusia yang lahir dan tumbuh memiliki potensi untuk menjadi abnormal namun keadaan tersebut bisa saja dikendalikan oleh individu tersebut, karena keadaan fisik dan psikologis manusia tergantung pada bagaimana manusia itu berpikir, bertingkah laku, dan menyelesaikan sesuatu yang dihadapi.


sumber : 
1. http://www.scribd.com/doc/34873082/2/A-PENGERTIAN-PSIKOLOGI-ABNORMAL
2. Supratiknya, 1995, Pengenal Perilaku Abnormal, Yogyakarta : Kanisius
3. Sutardjo A. Wiramihardja, 2005, Pengantar Psikologi Abnormal, Bandung : Refika Arditama
4. Jeffrey S. Nevid, dkk, 2005, Psikologi Abnormal, Edisi Kelima, Jilid 1, Jakarta : Airlangga